Jumat, 09 Januari 2009

Makin Tinggi Pohon, Angin Makin Kuenceng

Posisi KPU BS dan Pengawas, Disorot
Terancam Mosi Tidak Percaya dan Class Action
BENGKULU – Dibatalkannya kemenangan pasangan H Dirwan Mahmud, SH/H Hartawan, SH sebagai pemenang Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi mulai mengarah pada anggota KPU dan Panwaslu Kabupaten Bengkulu Selatan (BS). Kedua komponen ini dinilai harus bertanggungjawab atas pembatalan pasangan Dirwan/Hartawan (Dirha).
Penilaian ini disampaikan pengamat politik Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) Amrullah, MSi. “Apapun dalihnya, para komponen penyelenggara Pilkada di Bengkulu Selatan merupakan pihak yang harus bertanggungjawab atas pembatalan pelantikan pasangan Dirha setelah ditetapkan melalui rapat pleno KPU tentang penghitungan hasil surat suara pada awal Desember 2008 lalu. Khususnya anggota KPU dan Panwaslu,” tegas Amrullah.
Mengapa demikian?
Dikatakan, dengan gamblang MK menyebutkan bahwa komponen penyelenggara tidak melakukan klarifikasi dengan sungguh-sungguh. Sehingga pasangan Dirha bisa lolos pada putaran pertama hingga maju ke putaran kedua dan memenangkan perolehan suara. Atas kondisi tersebut, lanjut Amrullah maka tak berlebihan bila KPU dan Panwaslu harus bertanggungjawab. “Apa yang terjadi pada Pilkada Bengkulu Selatan merupakan kesalahan penyelenggara. Bahkan saya memandangnya sebagai tindakan yang sangat merugikan daerah bahkan bisa dikategorikan sebagai korupsi,” terang Amrullah.
Dampak dari pembatalan tersebut membuat Pemkab BS harus menyediakan dana setidaknya dengan besaran yang sama pada pelaksanaan Pilkada BS lalu yakni lebih dari Rp 11 miliar. Bagi daerah, jelas hal tersebut sebagai beban berat.

//Bisa Class Action
Lebih jauh Amrullah menilai, kerugian yang dialami Bengkulu Selatan harus disikapi segenap komponen secara bersama. Yakni tokoh masyarakat dan individu yang peduli termasuk organisasi non pemerintah, Pemkab BS hingga DPRD. “Jangan sampai dipecundangi di kemudian hari maka langkah yang paling memungkinkan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut adalah melakukan class action atau gugatan,” terang Amrullah.
Mengapa perlu class action? Amrullah mengungkapkan, dampak dari keputusan MK No No 57/PHPU.D-VI/2008 tertanggal 8 Desember 2008 tentang pembatalan kemenangan pasangan Dirha sebagai pasangan kepala dan wakil kepala daerah BS periode 2009 – 2014 merembet pada sejumlah keputusan di daerah. Khususnya selama Dirwan Mahmud memimpin DPRD BS.
“Semua keputusan yang mengatasnamakan Dirwan Mahmud selaku Ketua DPRD Bengkulu Selatan terkategori cacat hukum. Inilah yang menjadi alasan kuat gugatan masyarakat. Terlebih DPRD, mereka jangan hanya diam saja,” ungkap Amrullah. Segenap keputusan dimaksud harus dikaji ulang. Namun demikian, keputusan yang berpihak pada masyarakat tetap bisa dipertahankan.
Apa tanggapan anggota KPU Bengkulu Selatan? Dihubungi kemarin, Ketua KPU BS Juli Hartono, SE mengungkapkan keputusan MK merujuk pada pembatalan pasangan Dirha. “Tak ada satupun yang menerangkan bahwa KPU Bengkulu Selatan telah melanggar aturan atau tahapan Pilkada,” ungkap Juli.
Selain itu, fakta yang terungkap dari persidangan di MK menyebutkan bahwa Dirwan Mahmud yang pernah melakukan tindakan kriminal terungkap saat Pilkada putaran II berakhir pada 6 Desember 2008 lalu. Artinya persoalan tersebut merupakan temuan yang terjadi setelah rekapitulasi hasil suara dari 11 kecamatan dan penetapan pasangan pemenang Pilkada.
“Disitulah letak benang merahnya. Proses atau tahapan Pilkada sudah berlangsung tanpa adanya sanggahan maupun delik aduan dari pihak manapun. Sedangkan status Dirwan yang pernah melakukan tindak pidana baru disampaikan setelah penetapan hasil Pilkada sebagai temuan baru. Dengan demikian, tidak ada tahapan atau rangkaian proses Pilkada yang dilanggar,” terang Juli.(**)

Tidak ada komentar: